Islam Dinamis Menentang Islam Stagnan

Islam Dinamis Menentang Islam Stagnan
Oleh Badarus Syamsi

1. Pemahaman keislaman kita sebaiknya terus-menerus mengalami pembaharuan, evaluasi, proses belajar-diajar dan dialog untuk menuju kesempurnaan.
2. Suatu kekeliruan besar yang harus dihindari manakala ada kaum Muslim yang menjadikan pemahaman keislamannya sebagai “Blue Print”, yang harus dipegangi oleh semua kaum Muslim. Harus diingat bahwa satu pemahaman terhadap Islam merupakan satu usaha untuk meraba-raba maksud Tuhan, yang hal itu bisa benar dan bisa salah. Yang terbaik adalah bagaimana suasana dialogis dengan pencari kebenaran yang lain terus-menerus dihidupkan untuk menemukan titik kesalahan pemahaman keislaman kita dalam rangka mencapai tingkat kebenaran yang lebih sempurna.

Prolog
Jangan sampai seorang muslim mengklaim Islamnya sebagai Islam yang paling benar, hingga tergoda untuk menjadikannya dimiliki orang lain atau tergoda untuk menjadikannya sebagai pedoman untuk semua. Semua pemahaman Islam kita seharusnya perlu diperbaharui dari waktu ke waktu dengan jalan belajar, mengkaji dan yang lebih penting lagi adalah mendialogkannya.


Islam tidak akan berkembang seandainya tidak ada orang yang mencoba menafsirkannya, mengartikulasikannya dalam kehidupan keseharian, meskipun oleh orang yang rendah pengetahuannya sekalipun. Jangan berharap bahwa penafsiran dan upaya pemahaman atas Islam akan sempurna betul, karena kesempurnaan adalah suatu hal yang relatif. Bagi si anu, pemahaman keislamannya mungkin sudah sempurna dan benar, sedangkan bagi si anu, pemahaman keislamannya mungkin dianggap masih banyak memerlukan perbaikan serta proses belajar dan diajar. Satu persoalan pelik yang senantiasa menghiasi wacana pemikiran Islam baik dari dulu hingga sekarang adalah kesediaan menerima perbedaan pendapat. Semua kaum Muslim sebenarnya sama posisinya dalam menghadapi ajaran Islam, dalam arti ingin memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan keseharian.

Saya melihat bahwa Islam sangat menghargai dan membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin menafsirkan dan merealisasikannya dalam kehidupan keseharian. Islam tidak membatasi seseorang untuk keinginan tersebut. Di sinilah kemudian akan muncul satu makna penting bahwa Islam mengajak setiap individu untuk berproses dalam berupaya memahami dan merealisasikan Islam. Berproses dalam artian bahwa pemahaman atas Islam itu semakin hari akan semakin sempurna. Terdapat fase pencarian diri dan pencarian kebenaran dari waktu ke waktu. Dalam konteks ini, tidak ada tempat bagi sebuah stagnasi dan taklid dalam Islam. Setiap individu harus belajar dan mencoba menafsirkan Islam dalam kehidupan keseharianya.

Adalah problem yang sangat besar manakala dalam kenyataannya terdapat individu atau kelompok keagamaan yang mencoba mem-final-kan pemahaman keislamannya sebagai sebuah “Blue Print”. Lebih-lebih manakala hal itu harus dimiliki juga oleh orang lain. Pemahaman seperti ini sampai kapanpun akan sulit menerima kenyataan pluralnya pemikiran dan pemahaman atas Islam. Paradigma seperti ini juga akan dapat menutup setiap pintu dialog dalam rangka pemahaman Islam menuju kesempurnaan, apalagi dialog keimanan. Dan sekali lagi, paradigma seperti itu akan memiliki potensi besar bagi terciptanya kekisruhan dan kekacauan di kalangan kaum Muslim. Mengapa? Jawabannya satu, ada suasanan batin di mana satu kelompok dengan lainnya merasa paling benar. Kelompok lain adalah salah dan harus diluruskan!

Kekacauan Islam di abad pertengahan disebabkan oleh lebih berkembangnya paradigma totaliter dan wacana “Blue Print” daripada paradigma ‘urun rembuk’ atau dialog. Sementara itu fenomena taklid dapat terjadi diketika terdapat satu kelompok yang mewajibkan dilaksanakannya satu model pemahaman keagamaan terhadap pengikutnya, yang memang notabene pengikutnya adalah mereka yang lemah secara intelektual. Taklid juga dapat terjadi manakala suatu kelompok keagamaan menakut-nakuti pengikutnya akan suatu kesesatan atau kemurtadan manakala tidak diikutinya model pemahaman keagamaan pemimpinnya.

Bagi setiap pemimpin kelompok dan organisasi keagamaan, sudah seharusnya menghindari aji “menakut-nakuti” umat akan kesesatan kalau tidak mengikuti satu jenis pemahaman keagamaan. Sebab hal itu akan semakin mematikan potensi kreatifitas intelektual ummah. Yang akan muncul adalah umat yang penakut, yang selalu mengatakan “jangan-jangan apa yang saya laksanakan ini salah dan sesat”. Jika yang berkembang seperti ini, jangan diharap umat Islam akan mampu berkembang dan besar layaknya abad klasik atau keemasan Islam. Sikap menakut-nakuti seperti itu setidaknya akan melahirkan tiga dampak yang semuanya negatif. Pertama, sikap fanatik yang berlebihan hingga menjurus kepada ekslusifisme ekstrim. Kedua, dalam jangka panjang dan pendek akan melahirkan umat yang bodoh dan tidak kreatif secara intelektual. Ketiga, berpotensi bagi terpupuknya sikap mengagung-agungkan seorang pemimpin layaknya dewa atau tuhan, hingga menyanggah pendapatnya bisa diklaim sebagai sesat dan murtad.

Yang diperlukan saat ini adalah bagaimana umat dapat memanfaatkan potensi intelektualnya untuk belajar memahami Islam, menafsirkannya, mengamalkannya dan mendialogkannya. Setiap individu muslim wajib berusaha untuk memahami Islam dan tidak terpaku pada satu jenis pemahaman keagamaan. Tebarkan semangat berijtihad dan dialog. Padamkan aji menakut-nakuti akan kesesatan. Kita yang tak pernah mencoba memberanikan diri untuk secara mandiri mempelajari, menafsirkan, mengamalkan dan mendialogkan Islam kita, dan bahkan sebaliknya, hanya mengikuti orang lain dengan satu jenis pemahaman keagamaan, tidak pantas menyandang peringkat sebagai seorang muslim sejati.[]
01/08/2003 | Gagasan | #
Komentar
Komentar Masuk (20)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Ketika Nabi Muhammad menjelaskan tentang nifas, beliau mengakategorikan 2 macam yaitu nifas orang yg melahirkan melalui kemaluan dan melahirkan tidak melalui kemaluan. Pada waktu itu para sahabat bingung, gimana caranya melahirkan tanpa lewat kemaluan. Nah sekarang kita baru faham deh, ente juga musti faham jgn pake emosi, ternyata yang dimaksud Rasulullah itu adalah melahirkan dengan proses cecar ... Paham gak ente? Itulah kelebihan nabi, beliau diberikan keistimewaan berupa jawamiul kalim, bisa berkata2 dgn sedikit kata2nya tapi sangat luas pemahamannya,,, itu baru kata2 Nabi, apalagi firman Allah, wallahu’alam
Posted by syauqillah palermo on 01/25 at 12:43 AM

Seandainya Rasulullah SAW masih hidup, saya ingin tahu jawaban beliau jika ditanya: ke mana orang menghadap jika sholat di stasiun ruang angkasa? ke mana orang menghadap jika sholat di bulan?
Bagaimana hukum orang yang menabrak seseorang dengan kendaraan? Apakah dikenakan qishash kepada si penabrak? Apa maksud kata ‘bulan-bulan’ untuk berhaji? Betulkah hanya di bulan zulhijjah saja? lalu kenapa Allah SWT menggunakan kata jamak bukannya tunggal?

Betulkah Al-Qur’an itu hanya punya satu tafsiran tunggal dalam setiap ayatnya? Bagaimana dengan kata Arasy? Jannah? samaawaat? ardhu?

Justru karena kekayaan makna dalam ayat al qur’an itulah yang menjadikan kitab ini sebagai suatu mukjizat. Bagaimana ayat-ayat itu disusun sehingga bisa menghasilkan makna yang bermacam ragamnya merupakan bukti bahwa al qur’an bukan buatan manusia ummi yang bernama Muhammad bin Abdullah.

Kemudian kalau terjemahan ayat itu tidak dimengerti oleh pikiran kita, bukan al qur’an yang keliru, tetapi pikiran kita yang gak nyampe ke situ. Itu mungkin serupa dengan kisah bagaimana penemu telepon Alexander Graham Bell bersikeras berpendapat bahwa tidak mungkin ada telepon genggam (hape). Kata Alexander G.B jika ada telepon seperti itu, berapa ribu kilometer kabelnya? Itu muncul dalam pemikirannya karena belum ada dalam otaknya konsep mengeni transistor dan sistem GSM/CDMA seperti yang ada sekarang ini.

Jadi, kalau ada ayat al qur’an yang belum masuk di akal kita, ya lebih baik diam dan berusaha untuk mencari informasi yang bisa menjelaskan makna ayat itu.

Mengenai pelaksanaan syariah, ingatlah dialog antara Musa dan Khidir. Waktu Khidir membunuh seorang anak kecil, Musa protes sebab itu berarti menyalahi apa yang diyakininya, tetapi Khidir justru membenarkan tindakannya itu dengan alasan yang dipercayainya pula. Itu membuktikan bahwa tingkat pengetahuan seseorang tentu akan menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap cara pemahaman dan pelaksanaan aturan yang sama.

Mengenai konsep yang dianggap bertentangan di dalam qur’an, itu berarti penafsirnya yang menganggap cara berpikirnya sudah benar sehingga arti ayat qur’an kalau tidak sesuai dengan logika berpikirnya, berarti ayat qur’an yang bertentangan. Contoh sederhana, jika orang belum paham tentang geometri non-euclidean tentu akan selalu beranggapan bahwa jumlah tiga sudut segitiga itu adalah pasti 180 derajat. Padahal kalau dalam geometri non-euclidean jumlahnya bisa lebih atau kurang dari 180 derajat tergantung dari referensi yang diambil, apakah ruang dianggap berbentuk cekung atau cembung. Lalu apakah salah satunya salah? jawabannya dua-duanya benar. Betulkah 1 + 1 selalu sama dengan dua? Jika dipakai bilangan biner hasinya 1 + 1 = 10. Karena dalam biner tidak ada bilangan 2.

Betulkah arti jannah itu hanya bisa diterjemahkan dengan surga? tidak adakah arti lain dari kata jannah itu? jika keyakinan pembaca al qur’an bahwa kata jannah itu hanya bisa diartikan surga, maka akan tambah kacau pemahamannya terhadap semua terjemahan ayat yang ada kata jannah di dalamnya.

Allah SWT sudah memberi contoh tentang sifat relatif semua ukuran pikiran manusia. Misalnya hitungan satu hari di sisi Allah SWT itu sama dengan 1000 tahun menurut perhitungan manusia. Sedangkan di ayat lain dikatakan bahwa malaikat menghadapkan laporan yang waktunya 1 hari setara dengan 50.000 tahun dalam hitungan manusia. Jadi mana yang benar? 1 hari itu 1000 tahun atau 50.000 tahun? dua-duanya benar. Ini bisa dipahami kalau saja yang membaca terjemahan ayat itu sudah mempelajari tentang peredaran planet-planet di tata surya. Bumi berotasi 24 jam. Merkurius 88 hari Bumi. Bumi mengelilingi matahari selama setahun yang setara dengan 365 x 24 jam. Merkurius mengelilingi matahari dalam waktu 88 hari Bumi. Di sini akan terdapat pemahaman yang kontradiktif antara waktu di bumi dan di merkurius. Di merkurius satu hari sama dengan satu tahun.

Kalau dikatakan matahari terbenam di laut berlumpur hitam bukan berarti matahari masuk ke dalam laut. Coba artikan matahari terbenam di ufuk barat, mana sih yang di bilang barat itu? Lagipula betulkah matahari itu bisa terbenam? Iya kalau dilihat dari bumi. Tetapi bagi orang yang ada di pesawat ruang angkasa yang kecepatannya sama dengan waktu edar bumi alias berada di orbit geostasiner di ketinggian 36.000 km, maka matahari akan tampak terus tidak pernah terbenam. Atau kalau ada di kutub utara atau kutub selatan. Matahari terlihat terus selama enam bulan dan tidak terlihat selama enam bulan.

Mengenai ajaran Islam yang dikatakan satu macam, mungkin sama dengan cahaya putih yang kalau diuraikan oleh prisma menjadi bermacam-macam warna. Satu cahaya, tetapi terdiri dari berbagai macam spektrum cahaya.

Yang beranggapan bahwa hanya ada satu terjemahan/tafsiran untuk masing-masing ayat qur’an perlu diingatkan bahwa Allah SWT itu Maha Pencipta, Maha Mengetahui, Maha Kaya. Puisi buatan manusia saja bisa mengandung beragam arti, apalagi puisi buatan Allah SWT.
Posted by muhammad hakim on 01/20 at 09:08 AM

Pluralisme agama dalam pengertian sederhananya adalah upaya menampik klaim kebenaran. Selanjutnya ide ini menjelma dalam wujud wacana kesatuan transendental agama-agama. Gagasan ini, kemudian mengkhayalkan adanya titik temu antar agama pada level esoteris. Pada awalnya gagasan ini di angkat dan di ‘turunkan ke bumi’ oleh Schuon kemudian disambut gegap gempita oleh para sarjana lintas agama dan akhirnya menjadi ‘wahyu’ yang mencerahkan dalam setiap kesempatan dialog lintas agama.
Jika kita menggali lebih dalam paham pluralisme agama ini lahir dari doktrin pluralisme. Di Barat pluralisme memiliki akar yang dapat ditelusuri jauh ke belakang, ternyata yang paling mendomominasi adalah paham kenihilan (nihilisme) dan relativisme Barat post moderen. Pluralisme mengandung dua makna, pertama, pengakuan terhadap kemajemukan, kedua, doktrin yang berisi pernyataan tidak ada jalan untuk menyatakan kebenaran tunggal, tidak ada pendapat yang mutlak benar bahkan semua pendapat sama benarnya
Menarik apa yang dikatakan oleh Hamid Fahmy Zarkasyi, “Para cendekiawan Muslim pun akhirnya punya profesi baru, yaitu membuka pintu surga Tuhan untuk pemeluk semua agama. “Surga Tuhan terlalu sempit kalau hanya untuk ummat Islam”, kata mereka. Seakan sudah mengukur diameter surga Allah dan malah mendahului iradat Allah. Mereka bicara seperti atas nama Tuhan”.
Posted by abdul majid albugisy on 12/21 at 09:30 AM

Al-Qur’an tetap menjadi sebuah bukti yang mutlak akan kebenaran Tuhan, saya setuju itu,, akan tetapi seringkali umat Islam pun mengalami perbedaan dalam hal penafsiran atas ayat - ayat Al-Qur’an, nah disinilah makanya diperlukan sebuah sarana dialogis, dan menghindari manakala ada kaum Muslim yang menjadikan pemahaman keislamannya sebagai “Blue Print”, yang harus dipegangi oleh semua kaum Muslim( mengutip tulisan diatas).

Mungkin seperti itu pemahaman yang datang dari orang awam seperti saya ini, terima kasih,

0 komentar: