Hermeneutika

Kritik bentuk

Kritik bentuk merupakan salah satu metode dari penafsiran Alkitab. Kritik bentuk sebenarnya mengkonsentrasikan pada bagian-bagian teks yang lebih luas, bahkan hingga seluruh kitab, akan tetapi secara keseluruhan metode ini menaruh perhatian lebih pada unit atau bagian terkecil yang lebih singkat dari suatu teks atau tulisan. Kritik bentuk ini meneliti proses penyampaian berita (yang ditulis berupa teks), dimulai dari bentuk pewartaan secara lisan (dari mulut ke mulut) hingga bentuk tertulis yang kita miliki sekarang ini.

Oleh karena itu kritik bentuk ini adalah aspek dari pendekatan kritis yang meneliti bentuk, isi, dan fungsi unit yang khusus dan menilai apakah semuanya itu cukup jelas dan cukup unik sehingga dapat dimasukkan ke dalam salah satu golongan serta menafsirkannya sebagai salah satu bentuk. Proses meneliti bentuk tersebut adalah dengan cara menemukan faktor-faktor dalam pola yang sama yang dapat dijelaskan dan ditentukan ciri-ciri dan tolok ukurnya secara jelas, sehingga teks dapat digolongkan ke dalam sebuah bentuk tertentu. Setelah kita meneliti bentuk (sebuah teks) dengan seksama maka kita mendapatkan sebuah hubungan langsung antara bentuk dan isi sastra dari sebuah teks.
[sunting] Tujuan dan fungsi

Seperti dikatakan tadi, kritik bentuk ini mengkonsentrasikan teks secara lebih luas. Kritik bentuk ini berusaha menjelaskan dalam keadaan sosial dan dalam keadaan atau kesempatan yang bagaimanakah bentuk-bentuk itu memiliki peran. Di dalam situasi kehidupan sosial yang bagaimanakah suatu bentuk (dari teks) dapat dijumpai. Di dalam situasi kehidupan sosial yang tertentu sangat menentukan bentuk dan gaya-gaya sastra yang tertentu pula.

Kritik bentuk memberikan analisa terhadap suatu teks yang terdapat di dalam Alkitab. Kritik bentuk tersebut menunjukkan kepada kita, apa yang menjadi bentuk dari teks tersebut. Analisa yang diberikan oleh kritik bentuk ini disebut sebagai periode lisan. Periode lisan menjadi awal terjadinya peristiwa di dalam kehidupan Yesus dan waktu terjadinya dituliskan di dalam Injil. Periode lisan inilah yang menjadi bukti bahwa penafsiran suatu teks bisa bervariasi. Awalnya, cerita tersebut di beritakan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut. Dari hasil pemberitaan cerita-cerita tersebut lahirlah penafsiran-penafsiran yang berbeda dari setiap penerima cerita tersebut. Para pendengar cerita-cerita tersebut pun mengajarkannya di dalam peribadahan dalam gereja mula-mula. Cerita-cerita tersebut disampaikan berdasarkan suasana kehidupan jemaat mula-mula pada saat itu. Kritik bentuk juga melihat dampak dari cerita tersebut terhadap orang-orang di sekitarnya. Cerita-cerita menanggapi kebutuhan jemaat mula-mula. Para ahli memberi istilah Sitz im Leben (bahasa Jerman, yang artinya kedudukan dalam kehidupan) untuk kritik bentuk. Tiap-tiap bentuk sastra dipakai dengan alasan tertentu dan untuk menanggapi keperluan hidup tertentu.

Perjanjian Baru terdiri dari empat ragam, yaitu: Injil, Kisah Para Rasul, Surat-Surat, dan Kitab Wahyu. Kitab Injil memiliki berbagai macam bentuk, yaitu: perkataan-perkataan, cerita mujizat, perumpamaan-perumpamaan, legenda (mengenai kelahiran Yesus), dll. Sedangkan pada surat-surat pada Perjanjian Baru terdapat bentuk nyanyian, doa, ringkasan khotbah, kata-kata nasihat, dan bentuk pengakuan iman. Dimensi kritik bentuk yang demikian ini menekankan hubungan yang maha pentingantara jenis sastra, lingkungan social dan kelembagaannya yang khusus serta latar belakang budayanya secara keseluruhan. Melalui Kritik bentuk kita para pembaca dibantu untuk melihat adanya tiga ragam situasi kehidupan dalam pemberitaan Injil: lingkungan kehidupan ‘Yesus, lingkungan kehidupan jemaat, dan lingkungan injil sebagaimana kita miliki sekarang. Oleh karena itu, kritik bentuk adalah berusaha menemukan sejarah sastra Alkitab yang lengkap dan hidup, khususnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai tahap perkembangan lisannya, dan untuk meletakkan semua tahap perkembangan ke dalam konteksnya dalam kehidupan bangsa Israel dan gereja mula-mula.
[sunting] Kritik Tradisi

Saat ini kita akan membahas mengenai kritik tradisi yang merupakan salah satu metode yang dapat dipakai dalam menafsirkan teks-teks Alkitab. Tradisi merupakan hal yang lazim ada pada setiap kebudayaan, karena tradisi mengungkapkan pemahaman diri bangsa-bangsa, pengertian mereka tentang masa lalu, dan berbagai hal yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Biasanya, tradisi diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk cerita, perkataan, nyanyian, puisi, kepercayaan dll. Metode yang akan kita bahas; kritik tradisi, terfokus pada tradisi-tradisi yang digunakan dalam perjalanan suatu masyarakat.

Sebelum menjadi suatu kesatuan yang padu, teks-teks Alkitab memiliki tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangannya sendiri (ada yang dalam jangka waktu yang panjang ataupun sebaliknya), memang tidak semua teks mengalami hal ini tetapi sebagaian besar teks Alkitab melalui proses ini dan tradisi menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan teks-teks tersebut. Dengan kenyataan seperti itu kritik tradisi pun dapat menjadi metode yang sangat bermanfaat untuk melakukan pendekatan pada teks-teks Alkitab. Dalam hal ini, Pentateukh dapat menjadi contoh yang tepat karena Pentateukh mengalami tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam jangka waktu yang lama. Kita dapat menemukan banyak penyuntingan yang dilakukan dalam kronologi waktu yang berbeda. Kekhasan dalam unsur-unsur sastra di dalamnya, penggunaan bahasa, gaya penulisan, sumber-sumber dst sehingga menunjukkan perbedaan teks, secara tidak langsung menunjukkan lamanya perjalanan teks tersebut dengan tradisi yang juga berbeda-beda (tradisi Y, E, D, dan P). Sedangkan Injil dapat menjadi contoh yang tepat bagi teks-teks yang juga melalui perjalanan tahapan teks tetapi dalam jangka waktu yang relativ lebih pendek.

Masa yang dilalui teks sebelum menjadi Alkitab, sering digolongkan menjadi periode lisan dan tulisan. Cerita-cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut dalam periode lisan diperlakukan sebagai tradisi yang dianggap cukup berharga dan suci untuk diteruskan ke generasi berikutnya. Menurut buku Pedoman Penafsiran Alkitab, istilah tradisi merujuk pada apa yang diteruskan ke generasi berikutnya baik suci atau tidak, tetapi dalam konteks PL dan PB tentu saja cerita yang dianggap suci dan normative bagi orang percayalah yang diteruskan. Kritik tradisi dapat diterapkan juga pada periode tulisan.

Cara bagaimana suatu tradisi bertumbuh dan berkembang dapat dilihat juga pada tulisan-tulisan zaman modern . Misalnya dalam buku nyanyian gereja. Seringkali kita temukan versi yang berbeda. Ada yang berisikan tiga bait, ada yang lima bait. Kata-kata pada buku nyanyian yang satu berbeda dari buku nyanyian yang lain. Jika kita mencoba untuk memahami versi tertentu dari sebuah nyanyian, maka akan banyak pertanyaan yang muncul. Apakah ini versi yang asli? Atau, apakah ada yang lebih asli dari sebelumnya, dsb. Ini berarti bahwa nyanyian sudah menjadi tradisi atau “ditradisikan”. Nyanyian itu muncul pada satu waktu kemudian disebarluaskan dan diubah-ubah sampai nyanyian itu kini dapat kita temukan dalam berbagai bentuk.

Begitu pun Alkitab. Seringkali tulisan-tulisan Alkitab memperlihatkan pertumbuhan yang serupa yang terletak dibalik sebuah teks tertentu. Itu dapat kita lihat pada kitab PL tentang perintah pemeliharaan hari Sabat dalam Keluaran 20:8-11. Ketika kita melihat isi dan strukturnya, kita akan menemukan satu versi lain dalam Ulangan 5:12-15, dan yang lebih penting lagi keduanya terdapat beberapa perbedaan. Diantaranya, kitab Keluaran lebih pendek beberapa baris. Isi dari kedua kitab ini pun berbeda. Dalam kitab Keluaran, pemelihaaan hari Sabat dikaitkan dengan penciptaan dunia, sedangkan dalam kitab Ulangan, pemeliharaan hari Sabat didasarkan pada pembebasan dari mesir. dari hal-hal ini kemudian akan muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana dua versi dari perintah yang sama di dalam Dasa Titah berkaitan satu dengan yang lain? Versi yang panjang lebih tua atau yang pendek yang lebih tua? Bagaimana menjelaskan adanya dua dasar teologi yang satu sama lain berbeda untuk pemeliharaan hari Sabat, dsb. Itulah pertanyaan yang diajukan oleh kritik tradisi. Kritik tradisi mengakui bahwa dua versi dari perintah yang sama itu merupakan bentuk akhir sastra yang muncul dari suatu proses pembentukan dan perkembangan yang panjang. Dengan didasarkan pada pengamatan isi, struktur dan konteksnya, yang menjdai perhatian dari kritik bentuk, maka kritik tradisi berusaha untuk merekonstruksinya.

Cara bagaimana suatu tradisi bertumbuh dan berkembang dapat dilihat pada tulisan-tulisan zaman modern . Misalnya dalam buku nyanyian gereja. Seringkali kita temukan versi yang berbeda. Ada yang berisikan tiga bait, ada yang lima bait. Kata-kata pada buku nyanyian yang satu berbeda dari buku nyanyian yang lain. Jika kita mencoba untuk memahami versi tertentu dari sebuah nyanyian, maka akan banyak pertanyaan yang muncul. Apakah ini versi yang asli? Atau, apakah ada yang lebih asli dari sebelumnya, dsb. Ini berarti bahwa nyanyian sudah menjadi tradisi atau “ditradisikan”. Nyanyian itu muncul pada satu waktu kemudian disebarluaskan dan diubah-ubah sampai nyanyian itu kini dapat kita temukan dalam berbagai bentuk.

Begitu pun Alkitab. Seringkali tulisan-tulisan Alkitab memperlihatkan pertumbuhan yang serupa yang terletak dibalik sebuah teks tertentu. Itu dapat kita lihat pada kitab PL tentang perintah pemeliharaan hari Sabat dalam Keluaran 20:8-11. Ketika kita melihat isi dan strukturnya, kita akan menemukan satu versi lain dalam Ulangan 5:12-15, dan yang lebih penting lagi keduanya terdapat beberapa perbedaan. Diantaranya, kitab Keluaran lebih pendek beberapa baris. Isi dari kedua kitab ini pun berbeda. Dalam kitab Keluaran, pemelihaaan hari Sabat dikaitkan dengan penciptaan dunia, sedangkan dalam kitab Ulangan, pemeliharaan hari Sabat didasarkan pada pembebasan dari mesir. dari hal-hal ini kemudian akan muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana dua versi dari perintah yang sama di dalam Dasa Titah berkaitan satu dengan yang lain? Versi yang panjang lebih tua atau yang pendek yang lebih tua?

Bagaimana menjelaskan adanya dua dasar teologi yang satu sama lain berbeda untuk pemeliharaan hari Sabat, dsb. Itulah pertanyaan yang diajukan oleh kritik tradisi. Kritik tradisi mengakui bahwa dua versi dari perintah yang sama itu merupakan bentuk akhir sastra yang muncul dari suatu proses pembentukan dan perkembangan yang panjang. Dengan didasarkan pada pengamatan isi, struktur dan konteksnya, yang menjdai perhatian dari kritik bentuk, maka kritik tradisi berusaha untuk merekonstruksinya.

Kritik tradisi juga bergantung pada tekhnik-tekhnik penafsiran, dimensi sejarah dan kesusestraan. Kritik tradisi dalam tulisan alkitabiah terdapat banyak tulisan yang menunjukkan suatu proses penerusan tradisi yang masih berlangsung. Contohnya, terdapat pada pentateukh, selain itu Keluaran dan Ulangan ( yang terdapat dalam Perjanjian lama ) tradisi tentang perjalanan di padang gurun. Hal ini memiliki arti tradisi penderitaan yang menceritakan pengharapan akan kebebasan. Kebebasan dalam tulisan alkitabiah juga disesuaikan pada tradisi yang ada. Kritik tradisi memperoleh hasil yang bersifat hipotesis. Perlu diketahui juga untuk menafsirkan secara pendekatan kritik tradisi harus memerhatikan pemilahan bentuk-bentuk khusus teks, menyusunnya dalam urutan kronologis dan menafsirkan pelbagai aspek tahap-tahap perkembangan.
[sunting] Catatan kaki

1Bernard Ramm, Protetant Biblical Interpretation, trans. Silas C.Y. Chan (Monterey Park, Ca.: Living Spring Publishing, 1983), hal. 10. Arndt and Gingrich, A Greek-English Lexicon of The New Testament and Other Early Christian Literature (Chicago: The Univ, of Chicago Press, 1957), hal. 309-310.
[sunting] Daftar pustaka

* Sutanto, Hasan, Hermenutik - Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.1998. SAAT: Malang
* Fee, Gordon D. & Douglas Stuart. Hermeneutik - Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat. 1998. Gandum Mas: Malang
* Hayes John H. dan Holladay Carl R., Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
* Rogerson, John : Perjanjian Lama Bagi Pemula : Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006
* Radjagukguk, Robinson : Apa itu Penelitian Bentuk di dalam Forum Biblika No.8 1998

0 komentar: