Induk Agama Samawi

Millah Ibrahim Induk Agama Samawi

IDUL ADLHA 1430 H: Syaykh al-Zaytun A.S. Panji Gumilang menguraikan tentang Millah Ibrahim sebagai induk agama samawi. Ibrahim yang berarti: bapak sejumlah besar bangsa, perubahan dari nama awal Abram yang berarti “bapak yang dimuliakan”. Hidupnya dijadikan teladan iman terhadap Tuhan oleh lapisan orang-orang muslim, baik Islam, Yahudi, juga Nasrani.

Syaykh Panji Gumilang mengemukakan hal itu dalam Khutbah ‘Ied al-Adlha 1430 H/2009 M di Kampus Al-Zaytun, pada tarikh 10 Dzu al-Hijjah 1430 H / 27 November 2009 M. Menurutnya, semua agama yang benar adalah agama yang mengajarkan sikap pasrah kepada Allah. ”Karenanya setiap orang beragama juga seorang muslim, tetap dituntut untuk terus mengembangkan dalam dirinya kemampuan dan kemauan untuk tunduk patuh serta pasrah dan berserah diri kepada Tuhan dengan setulus hatinya, hanya dengan itu keagamaan seseorang dapat diterima oleh Allah,” urai Syaykh al-Zaytun.

Islam dalam pengertian seperti ini, jelas Syaykh Panji Gumilang, mesti dengan iman, seperti Ibrahim a.s. yang seluruh hidupnya membuktikan, bahwa ia sungguh-sungguh percaya kepada Allah dengan iman yang mendalam dan pasrah yang sepenuhnya. ”Dan itulah Islam,” tegas pendiri dan pemimpin Al-Zaytun bermoto: Pusat Pendidikan, Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian, itu.
‏‏‏
Syaykh mengemukakan, Idul Kurban, yang hari ini kita rayakan, dengan melaksanakan shalat dan disusul dengan pemotongan binatang kurban merupakan tuntunan Nabi Muhammad S.A.W. yang dirujuk dari ajaran Ilahi yang telah dicontohkan oleh nabi Allah Ibrahim a.s. yang dalam Al-Qur’an diistilahkan dengan “millah Ibrahim”.

Dalam bagian awal, Syaykh al-Zaytun mengemukakan respon umat manusia terhadap ketakwaan kepada Tuhan Y.M.E berefek pada timbulnya berbagai bentuk dan macam ibadah (peribadatan) dan wujudnya berbagai agama. Maka, dalam hal ini, menurutnya, menjadi mustahil suatu agama akan menjadi dominan dengan totalitas tunggal dalam menata kehidupan moral maupun sosial.

”Namun jika para penganut agama-agama (umat manusia) terus berkemauan merujuk kepada ajaran Ilahi, maka agama-agama (umat manusia) akan dapat masuk dalam lingkaran kebersamaan dalam usahanya mencapai tatanan moral maupun sosial kehidupan ini. Interdependensi umat manusia, ternyata harus merambah sampai ke dalam ranah keberagamaan,” kata Syaykh Panji Gumilang. ►ti/ms-bhs

►Untuk memahami secara utuh Khutbah ‘Ied al-Adlha 1430 H/2009 M tersebut, berikut kami sajikan NASKAH LENGKAP Khutbah Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang tersebut.

0 komentar: